Sabtu, 31 Januari 2015

Bahan Gurah Suara

Resep Gurah Suara

Pada dasarnya resep gurah antara satu daerah dengan daerah lain berbeda, satu tabib / terapis dengan tabib / terapis lain berbeda, demikian juga dengan komposisinya.
Secara umum bahan-bahan yang dapat dipakai sebagai resep gurah antara lain :

Akar Srigunggu
Madu
Kunyit
Semut hitam.
Pohon tanjung.
Cabai rawit hijau.
Jahe jawa
Kelapa.
Pohon jarak
Trengguli
Mrica.
Isi sawo kecik
Bawang putih lanang dll
Dari berbagai bahan dasar gurah tersebut, tentunya masing-masing masih ada campuran diluar bahan yang telah disebut, atau dicampur antara satu bahan dengan bahan yang lainnya. Hal ini tergantung ilmu / resep yang diterima terapis gurah hidung dari gurunya secara turun temurun.  Akan tetapi pada umumnya, dari berbagai bahan dasar tersebut diatas, yang dipakai sebagian besar terapis gurah yaitu pohon srigunggu.

PERINGATAN :
Bahan – bahan diatas hanyalah kumpulan data yang kami punya tentang bahan yang biasa dipakai para terapis, maka kami tidak mengharapkan pengetahuan tentang bahan gurah diatas digunakan sebagai resep terapi pengobatan untuk praktek gurah secara serampangan, tanpa adanya resep yang diwariskan dari gurunya secara langsung. (Ali Munawar).

Untuk Gurah Suara di Jakarta bisa hubungi :

Thera Afiat
Jl. Kelapa Sawit Raya Blok D/D No. 15
Kelapa Gading
Jakarta Utara

Telp.08111 494599

Source:

http ://gurahcor.blogspot.com

artikel, apa itu gurah, gurah cor, gurah hidung, gurah. gurah suara, manfaat gurah, kelapa gading, sunter, sinusitis

Kamis, 29 Januari 2015

Gurah Vagina Menurut Kacamata Dokter (Seri 2 of 2)


Menyoal Gurah Vagina Seri2

dr. Dwiana Ocviyanti, SPOG, Ahli Obstetri dan Genekologi

SERAHKAN DOKTER AHLI

Oleh : Zul

Dalam pandangan Anda, bagaimana menyoal gurah vagina?

Pada dasarnya vagina punya kemampuan sendiri membersihkan dirinya. Seperti layaknya hidung, kuping dan mata yang bisa membersihkan kotoran-kotoran dari luar secara alamiah. Jadi kalau vagina itu dalam keadaan normal tidak perlu dibersihkan. Atau cukup mencuci bibir luarnya saja. Yang patut dicermati, jangan sampai memasukkan cairan kedalam lubang vagina, lantaran dapat membuat vagina kering dan lecet.

Kalau sudah lecet, apakah bisa diobati secara tradisional?

Sebaiknya kalau sudah terinfeksi lebih baik berobat ke dokter ahlinya. Sehingga bisa diberikan obat infeksi secara tepat. Perlu diketahui untuk menghindari penyakit perlu mengunakan metode-metode yang teruji, sebab penyakit tertentu seperti penyakit kelamin tidak bisa disembuhkan dengan cara pengobatan tradisional seperti gurah vagina. Penyembuhan penyakit kelamin hanya bisa diobati dengan anti biotik yang diberikan dokter ahlinya.

Menurut Anda, apakah operasi mengembalikan keperwanan itu mungkin terjadi?

Itu memang benar. Banyak para wanita mengoperasi selaput daranya untuk mengembalikan keperawan. Tetapi operasi itu tidak bisa mengembalikan 100 % keperawanan seperti aslinya. Selaput dara itu sangat tipis. Jika baru melakukan hubungan badan satu kali, mungkin selaput daranya bisa direkatkan karena hanya robek sedikit. Tetapi bila si wanita telah melakukan hubungan badan berkali-kali dan pernah melahirkan maka selaput darah tidak bisa direkatkan kembali, karena sudah terkoyak-koyak. Meski melakukan operasi selaput dara hingga keluar negeri sekalipun

Banyak pasien yang mendatangi klinik gurah vagina tradisional berasal dari golongan menengah keatas. Tanggapan anda?

Kecendrungan itu karena para wanita tidak memahami arti pengetahuan tentang seksual secara baik. Mungkin mereka merasa malu atau tabu bertanya soal seks. Mereka juga tidak mengenali bentuk tubuh dan sifat dari tubuhnya sendiri. Oleh karena itu penyuluhan tentang kesehatan seks secara dini perlu di sosialisasikan, seperti penyuluhan kepada para pelajar wanita disekolah-sekolah agar mereka mengetahui seluk-beluk vagina sejak dini.*


Gurah Vagina (Seri 1 of 2)

APA KATA DOKTER  TENTANG GURAH VAGINA 
Kencangkan Otot Atau Mempersempit Vagina
CUMA JANJI MULUK
Oleh : Zul/Budi

Bayangan orang tentang citra dukun, cenayang atau lebih akrab dengan sapaan paranormal berkedok apapun bentuknya, yang sebelumnya mempunyai image seram dan misterius telah hilang ditelan jaman. Dengan beragam menu mereka menebar janji pada masyarakat. Ada yang memburunya namun tak sedikit yang sinis, lantaran aksinya dianggap tak masuk akal.
Seiring dengan kemajuan teknologi, ingatan orang mengenai asap kemenyan, bunga-bunga serta ruangan yang remang-remang sebagai ciri khas dukun telah memudar. Sebagai gantinya, mereka menawarkan sajian yang membuat masyarakat malah makin kepincut. Padahal dibalik menu yang ditawarkan, tersisa berbagai misteri yang kadang justru menyesatkan.
Kendati demikian, produk yang ditawarkannya tetap tak berbeda dengan yang selama ini dikenal di dunia perdukunan, yang dikemas dengan simbol-simbol berbau magis yang telah dikenal secara luas melalui mitos-mitos lewat kostum yang dipakai dan nama produk yang ditawarkannya.
Satu diantaranya adalah gurah vagina. Pada dasarnya padanan gurah sendiri mengalir dari istilah jawa untuk membersihkan lendir yang ada di hidung. Entah siapa yang menerapkan, tiba-tiba istilah gurah dipakai dalam padanan vagina yang kemudian populer hingga kini. Jadi dari makna awalnya saja sudah keliru, apalagi dalam prosesinya.
Menurut seksolog Dr. H. Bambang Sukamto DMSH, bahwa Gurah vagina yang bertujuan membersihkan kotoran yang kini umum dilakukan, dengan cara menyemprot atau menggunakan cairan yang kebanyakan tidak dikenal dalam dunia medis adalah hal yang sangat membahayakan.
Cairan yang dimasukan dalam vagina akan merubah suhu dalam vagina. Bila itu terjadi maka kuman yang tadinya normal akan menjadi berbahaya, karena lingkungan vagina sangat rentan dengan perubahan suhu. Kondisi asam basah dalam vagina pun akan terpengaruh. “Jadi gurah vagina itu secara medis tidak bisa diterima, karena bisa membahayakan kesehatan pasien,” ungkap Bambang.
Ditambahkan bahwa dalam keadaan normal, vagina mempunyai mekanisme membersihkan kotoran sendiri. “Kalau ada kuman atau kotoran maka secara alamiah kotoran itu akan keluar sendiri,”lanjutnya.
Dengan keluarnya cairan vagina itu maka kuman-kuman akan ikut keluar. Dalam hal ini, wanita dianjurkan untuk menjaga kebersihan. Misalnya, tiap habis buang air kecil dianjurkan untuk mengunakan sabun yang berguna untuk mensterilkan kuman-kuman. Atau saat haid harus rajin ganti pembalut.
“Jadi tidak perlu didorong-dorong atau disemprot maupun digurah. Secara otomatis cairan itu sudah akan terdorong secara terukur. Kalau ada keluhan, katakanlah timbul rasa nyeri, gatal, keputihan paling yang lebih bijaksana adalah memeriksakan ke dokter genekologi. Nanti mereka menentukan cara pengobatan mana yang paling cocok. Bukan langsung main gurah,” papar Bambang.
Ditambahkan bahwa dampak dari dorongan cairan yang di semprotkan itu bisa masuk kerongga perut. Gawatnya hal itu makin berbahaya karena bisa menyebabkan radang panggul dan penyakit lain yang lebih serius.
“Kalau perlu dilakukan tindakan pembersihan vagina, harus dengan pertimbangan dokter genekologi. Hal itupun dilakukan jika ada tanda-tanda infeksi dan memerlukan pengobatan dan semua harus dengan pengawasan dokter genekologi. Bila itu yang terjadi, terapi itu sudah diperhitungkan secara medis alias bukan sekedar membersihkan,” lanjutnya.
Dikatakan bahwa sekarang yang banyak ditawarkan adalah hal-hal yang muluk-muluk. “Membuat vagina bersih, membuat vagina harum secara medis itu tidak masuk akal. Itu semua berbau promosi dan keluar dari kenyataan. Kalau pun ada yang merasa sembuh maka itu hanya sugesti,” lanjutnya.
Gawatnya, menurut Bambang bahwa mungkin saja aromanya harum, namun dampak dari aroma itu membuat banyak hal yang bisa merugikan dan membahyakan kesehatan.
“Jadi kalau ada yang merasa terbantu itu karena sugesti. Lebih banyak karena faktor kebetulan karena tidak terjadi sesuatu. Sebaliknya, kalau terjadi sesuatu, seperti merebaknya kuman di dalam vagina, siapa yang bertanggungjawab?”kata Bambang.
Bahkan jika kuman naik ke rongga panggul akan sangat berbahaya. Bukan mustahil menimbulkan radang dirongga panggul, yang hanya bisa disembuhkan melalui operasi.
Sementara itu membuat perawan kembali seperti yang laris diklankan, secara medis hanyalah sejenis imen operasi mempertautkan lagi selaput dara.
“Sebenarnya kalau dikatakan keperawanan tetap saja tidak perawan. Jadi operasi keperawanan itu ada, tapi hilangnya keperawanan karena hubungan kemudian mengembalikan keperawanan dengan cara operasi, sebatas mempertautkan selaput dara hingga terkesan lebih sempit alias terkesan utuh,” terang Bambang.
Dalam hal ini, Bambang cukup menyesali iklan yang bombastis, yang banyak menebar janji mampu membuat kembali perawan atau dengan gurah vagina, namun faktor risiko kenapa tidak disinggung.
Servis keperawanan hanya bisa dilakuakan melalui operasi. Sementara gurah vagina, adalah cara yang tidak aman karena berisiko. Cara itu juga tidak benar secara medis. Banyaknya peminat terapi itu berangkat dari pengetahuan yang salah. Seharusnya mereka jangan keluar dari jalur medis. Sesuatu metode secara ilmiah bisa dipertanggungjawabkan karena sudah melalu serangkaian percobaan, untuk kemudian disimpulkan menjadi metode yang benar dan aman.
Senada juga di paparkan dr. Dwiana Ocviyanti, SPOG, Ahli Obstetri dan Genekologi RSCM, yang ditemui Exo Selasa (11/11), menyoal maraknya klinik gurah vagina tradisional.
Menurutnya secara medis praktik tradisional itu belum teruji. Meski demikian ada gurah vagina yang berbahaya dan ada juga yang tidak berbahaya. Gurah vagina dengan cara memberikan minuman tertentu lalu dipijat itu tidak akan berpengaruh terhadap vagina.
Bahkan Terapi dengan cara memasukan cairan asam kedalam vagina, juga tidak berbahaya, karena asam dapat menetralisir dan melindungi wanita dari infeksi jamur dan bakteri. Namun bila tidak memasukan cairan asam, efeknya akan menimbulkan bakteri yang dapat mengakibatkan keputihan.
Yang patut dicermati, cairan asamnya sendiri harus betul-betul didapat melaui resep dokter alias dalam pengawasan dokter ahli, lantaran kadar asamnya harus sesuai dengan lingkungan dalam vagina.
Sementara gurah vagina akan berbahaya jika proses terapinya sebatas memasukan cairan tanpa zat asam atau ramuan tradisional kedalam vagina. Akan berbahaya lagi bila kondisi vagina pasien sebelumnya telah terinfeksi.
Sebab dampak dari penguapannya bisa mendorong kuman masuk kedalam rahim. Apalagi Vagina, rahim dan saluran telur saling berkaitan satu sama lainnya.
Sementara itu seksolog Naek L. Tobing kepada Exo Rabu (12/11), mengatakan bahwa gurah vagina yang belakangan marak telah menjadi salah tafsir. Menurutnya gurah vagina itu dalam sejarahnya memang ada.
Ada logikanya atau ada sejarahnya. Kemarin saya bertemu dengan Slamet Raharjo yang mengatakan bahwa kalau di Jawa ada obat-obat tradisional untuk mencuci vagina supaya bersih itu memang ada. Seberapa jauh hasilnya, itu yang belum diketahui. Apakah gurah vagina yang di iklankan itu sama dengan pengobatan tradisional membersihkan vagina wanita di jawa, saya sendiri juga tidak tahu,” terang Naek L Tobing.
Sementara gurah vagina dengan janji mampu mengencangkan otot vagina atau membuat vagina sempit hanyalah janji-janji muluk yang sebenarnya keliru. “Itu nggak benar. Pengobatan yang di jawa itu konon hanya membersihkan saja. Nggak ada untuk mengencangkan otot. Sebab ada cara khusus. Bahkan dengan menggunakan semacam tongkat (TGV-red), itu juga nggak benar. Pakailah ‘tongkat’ (penis-red) lantaran justru itulah yang bisa melatih vagina supaya bisa mencengkram,” paparnya sambil tersenyum
Dikatakan bahwa sebenarnya bukan otot vagina yang diperkencang, tapi cairannya dalam vagina yang dikurangi. Yakni bisa lewat jamu atau obat-obatan. Namun demikian masalah ini juga patut dicermati tentang efek samping yang bakal dimunculkan.
Dalam hal ini Naek L Tobing menghimbau agar masyarakat lebih jeli menilai mana yang normal dan mana yang tidak normal. Mana yang baik dan mana yang tidak. Selanjutnya memperbaiki yang kurang baik, dengan demikian diharapkan banyak orang tidak mudah tertipu, tidak kecolongan dan tidak termakan janji-janji yang banyak diiklankan namun tidak ada hasil nyata yang dimunculkan. Dengan demikian, kemungkinan beragam penyakit dapat terhindari.*


Tentang Gurah

Apa Itu Terapi Gurah?

Gurah adalah cara pengobatan tradisional untuk mengeluarkan lendir dari dalam tubuh dengan menggunakan ramuan herbal yaitu berupa ekstrak daun Srigunggu (Clerodendron Serratum). Caranya dengan meneteskan cairan ekstrak daun Srigunggu ke mulut atau lubang hidung

Dalam perkembangannya, herbal yang digunakan tidak melulu daun Srigunggu. Beberapa terapis menggunakan jenis dedaunan dari tumbuhan berkhasiat lainnya.
Tujuannya juga mengalami perkembangan, dari yang semula untuk membersihkan tenggorokan kini semua organ yang menghasilkan lendir bisa dibersihkan.
Tak terkecuali untuk vagina, gurah diklaim bisa mengatasi keputihan atau sekedar mengurangi lendir supaya sensasi ‘keset’ lebih terasa.
Daun Srigunggu merupakan salah satu herbal yang paling banyak digunakan untuk gurah, karena memang dari ekstrak tanaman inilah terapi gurah berkembang. Khasiatnya juga sudah dibuktikan secara ilmiah dan banyak dibuat dalam bentuk suplemen kapsul gurah.

Penelitian yang membuktikan hal itu dilakukan tahun 2005, oleh Prof dr Soepomo Soekardono, SpTHT-KL(K) dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Dalam kesimpulannya disebutkan gurah dengan ekstrak daun srigunggu efektif meredakan gejala rinosinusitis kronis seperti ingus berlebih, bersin dan hidung tersumbat.

“Penelitian pada rhinitis khronis dengan memakai gurah menunjukkan bahwa sesudah digurah transport mukosilia melambat dibanding sebelum digurah dari hari kedua sampai hari kesepuluh,” ujar Prof Soedomo
Jenis jenis gurah

1. Gurah hidung
Dilakukan dengan cara meneteskan langsung ramuan gurah ke lubang hidung lalu pasien diminta tengkurap agar lendir kotor mengalir keluar. Jenis ini paling efektif dilakukan untuk membersihkan saluran napas termasuk untuk mengatasi gejala asma.

2. Gurah mulut
Untuk membersihkan lendir dan dahak di sekitar pita suara, ramuan gurah juga bisa diteteskan lewat mulut. Cara ini sama ampuhnya dengan gurah hidung karena di sekitar pangkal lidah terdapat percabangan antara saluran pernapasan dengan saluran pencernaan.

3. Gurah vagina
Menurut Pak Djohan, seorang terapis tidak melakukan gurah vagina melainkan hanya memberikan ramuan berikut instruksi atau petunjuk penggunaannya. Pasien akan memasukkan sendiri ramuan gurah (tersedia dalam bentuk padat bukan cair) ke dalam vagina untuk mengatasi keluhan lendir yang terlalu banyak maupun keputihan.

Manfaat Gurah
1.Mengobati berbagai macam penyakit:
TBC, asma, sesak nafas, mengguk (batuk terus menerus), sakit paru-paru.
Sakit kepala, mudah pusing, stress, migren.
Flu, pilek, alergi debu, sinusitis, hidung meler berkepanjangan.
Darah tinggi, gangguan lambung, saluran pernafasan, saluran pernafasan dll.
2.Membuat suara jadi keras, nyaring dan panjang (sangat baik untuk penceramah, reporter, pengkhotbah, pembawa acara, guru dll).
3.Menjadikan suara merdu, bersih, halus dan empuk (sangat baik untuk penyanyi, qori-qoriah).
4.Menambah volume paru-paru dan memanjangkan nafas (sangat baik untuk pengolah nafas tenaga dalam, meditasi, beladiri, atlet, olahragawan, pesenam).
5.Otak tambah cerdas, pintar dan lebih pandai (sangat baik untuk siswa, mahasiswa dan santri).

Cara Melakukan Gurah
Terapi gurah dapat di lakukan dengan 2 cara yaitu :

GURAH secara langsung.
Caranya dengan meneteskan ramuan tanaman khusus ke dalam hidung. Khasiat ramuan tersebut membuat syaraf tubuh bereaksi mendorong dan mengeluarkan lendir kotor, berkuman penyakit, beracun (kopi, rokok, alkohol dll). Lendir akan keluar lewat rongga hidung dan mulut.

GURAH dengan kapsul.
Caranya dengan minum ramuan tanaman khusus yang sudah dikemas dalam bentuk kapsul. seperti GURAH AS-SYIFA terbuat dari sari daun srigunggu dan akar pelarut lendir. Lendir akan larut dengan keringat dan keluar lewat pori-pori kulit atau lewat saluran pembuangan. Hasilnya membuat seluruh saluran pernafasan, pencernaan dan darah akan bersih.
(Source : Budi Susanto)


Khasiat Gurah


Sebagai akibat dari terapi gurah hidung yang bisa mengeluarkan lendir kotor, berlebih dan terinfeksi kuman penyakit.

Manfaat yang timbul tersebut antara lain :

Pada suara : Suara akan jadi nyaring, bening, kuat, lantang, panjang, bersih, merdu dan halus.

Hal ini sangat bermanfaat bagi peminat seni suara seperti artis penyanyi, sinden, qori-qoriah, muadzin, anggota jam’iyah sholawat, dalang, penceramah, MC, reporter tv/radio, guru dll.

Pada nafas : Nafas akan jadi panjang karena paru-paru bersih dan volume paru-parunya membesar.

Hal ini bermanfaat bagi pesenam, atlit, olahragawan, pelaku seni tenaga dalam dan bela diri dll.

Pada fungsi otak : Dengan lancarnya peredaran darah dan hilangnya sumbatan-sumbatan yang mengarah ke organ otak, maka akan mempengaruhi kecemerlanganan kinerjanya. Otak jadi lebih jernih, bisa konsentrasi optimal, lebih cerdas, kuat hafalan dan pintar.

Hal ini cocok untuk pelajar, santri, mahasiswa, guru, reporter, ilmuwan, anggota legislatif dan birokrat yang butuh konsentrasi kuat dalam pekerjaannya.

Penyembuhan berbagai macam penyakit, al :

Tbc, asma, sesak nafas, paru-paru, mengguk, sinusitis, dll
Sakit kepala menahun, migrein, mudah pusing, stress.
Flu, pilek, alergi debu, hidung meler berkepanjangan dll.
Gangguan lambung, gangguan saluran pencernaan dll.
Batuk, bronchitis, influenza dan penyakit lain yang berhubungan dengan lendir yang berlebihan.[1]
Pengalaman banyak membuktikan Jerawat juga banyak yang hilang dengan gurah hidung

Disamping yang tersebut diatas, sumber lain juga menambahkan, bahwa gurah juga dapat melarutkan lendir yang mengganggu saluran pernafasan, baik yang timbul karena lendir yang lunak, keras, kental dan berminyak. Demikian halnya dengan jamur serta kerak kotoran yang menempel pada lapisan selaput paru-paru bagian luar dan dalam. Demikian juga fungsinya yang efektif dalam melarutkan lemak-lemak lunak yang mengganggu sistem kerja ginjal, jantung, paru-paru dan organ tubuh yang lain. Juga membersihkan kotoran pada kandung kencing sekaligus mennghancurkan batu ginjal. Dengan gurah, insya Alloh penyakit seperti polip atau bengkak hidung karena polusi dapat disembuhkan. Bahkan tekanan darahpun menjadi normal.

Beberapa penelitian kalangan medis tentang gurah telah dilakukan, antara lain:

Srigunggu yang sdh tua

Sari methanol kulit akar srigunggu mempunyai aktifitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan senyawa yang aktif adalah flavonoid.

Pemberian ekstrak kulit srigunggu pada trakea terisolasi marmut dapat menyebabkan penghambatan terhadap respon kontraksi maksimum histamin dan metakolin sebanding dengan ekstrak yang diberikan.

Selain itu pemberian ekstrak kulit akar srigunggu dapat menurunkan viskositas (mengencerkan) larutan lendir. Semakin besar kadar larutan uji maka semakin besar pula penurunan viskositas yang terjadi (lendir semakin encer).[2]

Pada terapi pengobatan modern, untuk mengeluarkan lendir-lendir berlebihan yang menggangu mekanisme kerja organ tubuh, yang mengakibatkan pasien susah bernafas dll, mereka menggunakan terapi penguapan atau lebih dikenal dengan istilah Nebulizer yang menggunakan bahan Ventolin.

Terapi ini dengan meletakkan alat yang menyerupai alat bernafas para penyelam (yang biasa digunakan untuk menghirup oksigen dari tabung yang dibawanya) pada hidung pasien yang dihubungkan dengan selang kecil keperalatan lainnya yang diberikan Ventolin tersebut.

[1] Dra. Sri Mulyani, Apt. SU dan Drs. Didik Gunawan, Apt. SU, Ramuan Tradisional untuk penderita Asma, hal 45.

[2] Ibid, hal 46


sinusitis

etiologi, patofisiologi dan tatalaksana sinusitis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia1 Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit.1 Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama dengan PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung dari 7 propinsi2 .Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69%nya adalah sinusitis2.

Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sinusitis sering juga disebut dengan rhinosinusitis. Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang berat, sehingga penting bagi dokter umum atau dokter spesialis lain untuk memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala dan metode diagnosis dari penyakit rinosinusitis ini.

Penyebab utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi bakteri. Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan maksila. Yang berbahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke orbita dan intrakranial. Komplikasi ini terjadi akibat tatalaksana yang inadekuat atau faktor predisposisi yang tak dapat dihindari.1

Tatalaksana dan pengenalan dini terhadap sinusitis ini menjadi penting karena hal diatas. Awalnya diberikan terapi antibiotik dan jika telah begitu hipertrofi, mukosa polipoid dan atau terbentuknya polip atau kista maka dibutuhkan tindakan operasi.1

1.1. Batasan Masalah

Pembahasan referat ini dibatasi pada definisi, etiologi, anatomi, patofisiologi, diagnosis dan tatalaksan sinusitis.

1.2. Tujuan Penulisan

Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca mengenai sinusitis

1.3. Metode Penulisan

Referat ini merupakan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Sinusitis adalah peradangan mukosa sinus paranasal yang dapat berupa sinusitis maksilaris, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid.1-3 Bila yang terkena lebih dari satu sinus disebut multisinusitis, dan bila semua sinus terkena disebut pansinusitis.1

2.2. Anatomi

Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung. Anatominya dapat dijelaskan sebagai berikut:6

sinus frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus maksila kanan dan kiri (antrium highmore) dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing.

Pada meatus medius yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka inferior rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris yakni muara dari sinus maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior.

Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan IV dan tetap berkembang selama masa kanak-kanak, jadi tidak heran jika pada foto rontgen anak-anak belum ada sinus frontalis karena belum terbentuk.

Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus ethmoid posterior dan sinus sfenoid.

Fungsi sinus paranasal adalah :

· Membentuk pertumbuhan wajah karena di dalam sinus terdapat rongga udara sehingga bisa untuk perluasan. Jika tidak terdapat sinus maka pertumbuhan tulang akan terdesak.

· Sebagai pengatur udara (air conditioning).

· Peringan cranium.

· Resonansi suara.

· Membantu produksi mukus.

A. Sinus Maksilaris

· Terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus maksilaris arcus I.

· Bentuknya piramid, dasar piramid pada dinding lateral hidung, sedang apexnya pada pars zygomaticus maxillae.

· Merupakan sinus terbesar dengan volume kurang lebih 15 cc pada orang dewasa.

· Berhubungan dengan :

a. Cavum orbita, dibatasi oleh dinding tipis (berisi n. infra orbitalis) sehingga jika dindingnya rusak maka dapat menjalar ke mata.

b. Gigi, dibatasi dinding tipis atau mukosa pada daerah P2 Mo1ar.

c. Ductus nasolakrimalis, terdapat di dinding cavum nasi.

B. Sinus Ethmoidalis

· Terbentuk pada usia fetus bulan IV.

· Saat lahir, berupa 2-3 cellulae (ruang-ruang kecil), saat dewasa terdiri dari 7-15 cellulae, dindingnya tipis.

· Bentuknya berupa rongga tulang seperti sarang tawon, terletak antara hidung dan mata

· Berhubungan dengan :

a. Fossa cranii anterior yang dibatasi oleh dinding tipis yaitu lamina cribrosa. Jika terjadi infeksi pada daerah sinus mudah menjalar ke daerah cranial (meningitis, encefalitis dsb).

b. Orbita, dilapisi dinding tipis yakni lamina papiracea. Jika melakukan operasi pada sinus ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk ke daerah orbita sehingga terjadi Brill Hematoma.

c. Nervus Optikus.

d. Nervus, arteri dan vena ethmoidalis anterior dan pasterior.

C. Sinus Frontalis

· Sinus ini dapat terbentuk atau tidak.

· Tidak simetri kanan dan kiri, terletak di os frontalis.

· Volume pada orang dewasa ± 7cc.

· Bermuara ke infundibulum (meatus nasi media).

· Berhubungan dengan :

a. Fossa cranii anterior, dibatasi oleh tulang compacta.

b. Orbita, dibatasi oleh tulang compacta.

c. Dibatasi oleh Periosteum, kulit, tulang diploic.

D. Sinus Sfenoidalis

· Terbentuk pada fetus usia bulan III

· Terletak pada corpus, alas dan Processus os sfenoidalis.

· Volume pada orang dewasa ± 7 cc.

· Berhubungan dengan :

a. Sinus cavernosus pada dasar cavum cranii.

b. Glandula pituitari, chiasma n.opticum.

c. Tranctus olfactorius.

d. Arteri basillaris brain stem (batang otak)(6).

2.3. Etiologi

Terjadinya sinusitis dapat merupakan perluasan infeksi dari hidung (rinogen), gigi dan gusi (dentogen), faring, tonsil serta penyebaran hematogen walaupun jarang. Sinusitis juga dapat terjadi akibat trauma langsung, barotrauma, berenang atau menyelam.

Faktor predisposisi yang mempermudah terjadinya sinusitis adalah kelainan anatomi hidung, hipertrofi konka, polip hidung, dan rinitis alergi.Rinosinusitis ini sering bermula dari infeksi virus pada selesma, yang kemudian karena keadaan tertentu berkembang menjadi infeksi bakterial dengan penyebab bakteri patogen yang terdapat di saluran napas bagian atas. Penyebab lain adalah infeksi jamur, infeksi gigi, dan yang lebih jarang lagi fraktur dan tumor.2

2.4. Klasifikasi

Secara klinis sinusitis dibagia atas5

Sinusitis akut
Sinusitis subakut
Sinusitis Kronis

Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis5

· Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis

· Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering menyebabkan sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar)

2.5. Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan.

Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis non bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.1

Patofisiologi dari sinusitis diatas akan lebih jelas ditampilkan dalam skema dibawah ini

2.6.Diagnosis6

Penegakan diagnosis sinusitis secara umum:

1.Kriteria Mayor :

· Sekret nasal yang purulen

· Drenase faring yang purulen

· Purulent Post Nasaldrip

· Batuk

· Foto rontgen (Water’sradiograph atau air fluid level) : Penebalan lebih 50% dari antrum

· Coronal CT Scan : Penebalan atau opaksifikasi dari mukosa sinus

2.Kriteria Minor :

· Edem periorbital

· Sakit kepala

· Nyeri di wajah

· Sakit gigi

· Nyeri telinga

· Sakit tenggorok

· Nafas berbau

· Bersin-bersin bertambah sering

· Demam

· Tes sitologi nasal (smear) : neutrofil dan bakteri

· Ultrasound

Kemungkinan terjadinya sinusitis jika :

Gejala dan tanda : 2 mayor, 1 minor dan ≥ 2 kriteria minor

à Pemeriksaan Penunjang

1.Laboratorium

· Tes sedimentasi, leukosit, dan C-reaktif protein dapat membantu diagnosis sinusitis akut

· Kultur merupakan pemeriksaan yang tidak rutin pada sinusitis akut, tapi harus dilakukan pada pasien immunocompromise dengan perawatan intensif dan pada anak-anak yang tidak respon dengan pengobatan yang tidak adekuat, dan pasien dengan komplikasi yang disebabkan sinusitis.

2.Imaging

· Rontgen sinus, dapat menunjukan suatu penebalan mukosa, air-fluid level, dan perselubungan.Pada sinusitis maksilaris, dilakukan pemeriksaan rontgen gigi untuk mengetahui adanya abses gigi.

· CT-Scan, memiliki spesifisitas yang jelek untuk diagnosis sinusitis akut, menunjukan suatu air-fluid level pada 87% pasien yang mengalami infeksi pernafasan atas dan 40% pada pasien yang asimtomatik. Pemeriksaan ini dilakukan untuk luas dan beratnya sinusitis.

· MRI sangat bagus untuk mengevaluasi kelainan pada jaringan lunak yang menyertai sinusitis, tapi memiliki nilai yang kecil untuk mendiagnosis sinusitis akut

Sedangkan untuk menegakkan diagnosis sinusitis menurut klasifikasinya adalah sebagai berikut:

SINUSITIS AKUT

A. Gejala Subyektif

Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran pernafasan atas (terutama pada anak kecil), berupa pilek dan batuk yang lama, lebih dari 7 hari.

Gejala subyektif terbagi atas gejala sistemik yaitu demam dan rasa lesu, serta gejala lokal yaitu hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke nasofaring (post nasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagi hari, nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain7

1. Sinusitis Maksilaris

Sinus maksila disebut juga Antrum Highmore, merupakan sinus yang sering terinfeksi oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drenase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, (4) ostium sinus maksila terletak di meatus medius di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat8

Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai dengan daerah yang terkena. Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah kelopak mata dan kadang menyebar ke alveolus hingga terasa di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan depan telinga7

Wajah terasa bengkak, penuh dan gigi nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non produktif seringkali ada9

2. Sinusitis Ethmoidalis

Sinusitus ethmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali bermanifestasi sebagai selulitis orbita. Karena dinding leteral labirin ethmoidalis (lamina papirasea) seringkali merekah dan karena itu cenderung lebih sering menimbulkan selulitis orbita.

Pada dewasa seringkali bersama-sama dengan sinusitis maksilaris serta dianggap sebagai penyerta sinusitis frontalis yang tidak dapat dielakkan.

Gejala berupa nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius, kadang-kadang nyeri dibola mata atau belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis7,post nasal drip dan sumbatan hidung9

3. Sinusitis Frontalis

Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama-sama dengan infeksi sinus etmoidalis anterior.

Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas, nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang malam.

Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan mungkin terdapat pembengkakan supra orbita.

4. Sinusitis Sfenoidalis

Pada sinusitis sfenodalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex, oksipital, di belakang bola mata dan di daerah mastoid. Namun penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis, sehingga gejalanya sering menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya8

B. Gejala Obyektif

Jika sinus yang berbatasan dengan kulit (frontal, maksila dan ethmoid anterior) terkena secara akut dapat terjadi pembengkakan dan edema kulit yang ringan akibat periostitis. Palpasi dengan jari mendapati sensasi seperti ada penebalan ringan atau seperti meraba beludru.

Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis ethmoid jarang timbul pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi.

Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior. Pada sinusitis akut tidak ditemukan polip,tumor maupun komplikasi sinusitis.Jika ditemukan maka kita harus melakukan penatalaksanaan yang sesuai.

Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).

Pada posisional test yakni pasien mengambil posisi sujud selama kurang lebih 5 menit dan provokasi test yakni suction dimasukkan pada hidung, pemeriksa memencet hidung pasien kemudian pasien disuruh menelan ludah dan menutup mulut dengan rapat, jika positif sinusitis maksilaris maka akan keluar pus dari hidung.

Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibanding sisi yang normal.

Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah posisi waters, PA dan lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid level) pada sinus yang sakit.

Pemeriksaan mikrobiologik sebaiknya diambil sekret dari meatus medius atau meatus superior. Mungkin ditemukan bermacam-macam bakteri yang merupakan flora normal di hidung atau kuman patogen, seperti pneumococcus, streptococcus, staphylococcus dan haemophylus influensa. Selain itu mungkin juga ditemukan virus atau jamur8.

SINUSITIS SUBAKUT

Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut hanya tanda-tanda radang akutnya (demam, sakit kepala hebat, nyeri tekan) sudah reda.8

Pada rinoskopi anterior tampak sekret di meatus medius atau superior. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring. Pada pemeriksaan transiluminasi tampak sinus yang sakit, suram atau gelap.

SINUSITIS KRONIS

Sinusitis kronis berbeda dengan sinusitis akut dalam berbagai aspek, umumnya sukar disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa saja. Harus dicari faktor penyebab dan faktor predisposisinya.

Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa hidung. Perubahan tersebut juga dapat disebabkan oleh alergi dan defisiensi imunologik, sehingga mempermudah terjadinya infeksi, dan infeksi menjadi kronis apabila pengobatan sinusitis akut tidak sempurna.

A. Gejala Subjektif

Bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari :

· Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret pada hidung dan sekret pasca nasal (post nasal drip) yang seringkali mukopurulen dan hidung biasanya sedikit tersumbat.

· Gejala laring dan faring yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorokan.

· Gejala telinga berupa pendengaran terganggu oleh karena terjadi sumbatan tuba eustachius.

· Ada nyeri atau sakit kepala.

· Gejala mata, karena penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis.

· Gejala saluran nafas berupa batuk dan komplikasi di paru berupa bronkhitis atau bronkhiektasis atau asma bronkhial.

· Gejala di saluran cerna mukopus tertelan sehingga terjadi gastroenteritis.

B. Gejala Objektif

Temuan pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut dan tidak terdapat pembengkakan pada wajah. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental, purulen dari meatus medius atau meatus superior, dapat juga ditemukan polip, tumor atau komplikasi sinusitis. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok.

Dari pemeriksaan endoskopi fungsional dan CT Scan dapat ditemukan etmoiditis kronis yang hampir selalu menyertai sinusitis frontalis atau maksilaris. Etmoiditis kronis ini dapat menyertai poliposis hidung kronis.

C. Pemeriksaan Mikrobiologi

Merupakan infeksi campuran oleh bermacam-macam mikroba, seperti kuman aerob S. aureus, S. viridans, H. influenzae dan kuman anaerob Pepto streptococcus dan fuso bakterium.

D. Diagnosis Sinusitis Kronis

Diagnosis sinusitis kronis dapat ditegakkan dengan :

· Anamnesis yang cermat

· Pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior

· Pemeriksaan transiluminasi untuk sinus maksila dan sinus frontal, yakni pada daerah sinus yang terinfeksi terlihat suram atau gelap.

Transiluminasi menggunakan angka sebagai parameternya

Transiluminasi akan menunjukkan angka 0 atau 1 apabila terjadi sinusitis (sinus penuh dengan cairan)10

· Pemeriksaan radiologik, posisi rutin yang dipakai adalah posisi Waters, PA dan Lateral. Posisi Waters, maksud posisi Waters adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak di bawah antrum maksila, yakni dengan cara menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh permukaan meja. Posisi ini terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi Posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid.

Sinusitis akan menunjukkan gambaran berupa 10:

1. Penebalan mukosa,

2. Opasifikasi sinus ( berkurangnya pneumatisasi)

3. Gambaran air fluid level yang khas akibat akumulasi pus yang dapat dilihat pada foto waters.

· Pungsi sinus maksilaris

· Sinoskopi sinus maksilaris, dengan sinoskopi dapat dilihat keadaan dalam sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau kista dan bagaimana keadaan mukosa dan apakah osteumnya terbuka. Pada sinusitis kronis akibat perlengketan akan menyebabkan osteum tertutup sehingga drenase menjadi terganggu.

· Pemeriksaan histopatologi dari jaringan yang diambil pada waktu dilakukan sinoskopi.

· Pemeriksaan meatus medius dan meatus superior dengan menggunakan naso- endoskopi.

· Pemeriksaan CT –Scan, merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan tampak : penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik).

Gambar 3. CT SCAN dan nasoendoskopi10

Hal-hal yang mungkin ditemukan pada pemeriksaan CT-Scan :

· Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin, homogen, pada pemeriksaan CT-Scan tidak mengalami ehans. Kadang sukar membedakannya dengan polip yang terinfeksi, bila kista ini makin lama makin besar dapat menyebabkan gambaran air-fluid level.

· Polip yang mengisi ruang sinus

· Polip antrokoanal

· Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus

· Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-angsur oleh massa jaringan lunak mukokel yang membesar dan gambaran pada CT Scan sebagai perluasan yang berdensitas rendah dan kadang-kadang pengapuran perifer.

· Tumor

2.7.Terapi

SINUSITIS AKUT

· Kuman penyebab sinusitis akut yang tersering adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae11. Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik empirik (2x24 jam). Antibiotik yang diberikan lini I yakni golongan penisilin atau cotrimoxazol dan terapi tambahan yakni obat dekongestan oral + topikal, mukolitik untuk memperlancar drenase dan analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri. Pada pasien atopi, diberikan antihistamin atau kortikosteroid topikal. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari. Jika tidak ada perbaikan maka diberikan terapi antibiotik lini II selama 7 hari yakni amoksisilin klavulanat/ampisilin sulbaktam, cephalosporin generasi II, makrolid dan terapi tambahan. Jika ada perbaikan antibiotic diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari.

· Jika tidak ada perbaikan maka dilakukan rontgen-polos atau CT Scan dan atau naso-endoskopi.Bila dari pemeriksaan tersebut ditemukan kelainan maka dilakukan terapi sinusitis kronik. Tidak ada kelainan maka dilakukan evaluasi diagnosis yakni evaluasi komprehensif alergi dan kultur dari fungsi sinus.

· Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan.

SINUSITIS SUBAKUT

· Terapinya mula-mula diberikan medikamentosa, bila perlu dibantu dengan tindakan, yaitu diatermi atau pencucian sinus.

· Obat-obat yang diberikan berupa antibiotika berspektrum luas atau yang sesuai dengan resistensi kuman selama 10 – 14 hari. Juga diberikan obat-obat simptomatis berupa dekongestan. Selain itu dapat pula diberikan analgetika, anti histamin dan mukolitik.

· Tindakan dapat berupa diatermi dengan sinar gelombang pendek (Ultra Short Wave Diathermy) sebanyak 5 – 6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus. Kalau belum membaik, maka dilakukan pencucian sinus.

· Pada sinusitis maksilaris dapat dilakukan pungsi irigasi. Pada sinusitis ethmoid, frontal atau sphenoid yang letak muaranya dibawah, dapat dilakukan tindakan pencucian sinus cara Proetz.8

SINUSITIS KRONIS

· Jika ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan tata laksana yang sesuai dan diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik mencukupi 10-14 hari.

· Jika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada episode akut lini II + terapi tambahan. Sambil menunggu ada atau tidaknya perbaikan, diberikan antibiotik alternative 7 hari atau buat kultur. Jika ada perbaikan teruskan antibiotik mencukupi 10-14 hari, jika tidak ada perbaikan evaluasi kembali dengan pemeriksaan naso-endoskopi, sinuskopi (jika irigasi 5 x tidak membaik). Jika ada obstruksi kompleks osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah yaitu BSEF atau bedah konvensional. Jika tidak ada obstruksi maka evaluasi diagnosis.

· Diatermi gelombang pendek di daerah sinus yang sakit.

· Pada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedang sinusitis ethmoid, frontal atau sfenoid dilakukan tindakan pencucian Proetz.

· Pembedahan

Radikal

a. Sinus maksila dengan operasi Cadhwell-luc.

b. Sinus ethmoid dengan ethmoidektomi.

c. Sinus frontal dan sfenoid dengan operasi Killian.

Non Radikal

a. bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Prinsipnya dengan membuka dan membersihkan daerah kompleks ostiomeatal.
SINUSITIS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM BALON: TEKNIK YANG TERKINI DALAM PENGOBATAN SINUS12

Sudah lama, operasi sinus dengan menggunakan system kamera ini dan mempunyai standart operasi dalam penanganan pembedahan sinusitis.Dengan ini mengenali teknologi sinus dengan system balon,dan ini juga salah satu cara dan mengatur kurangnya infeksi dari sinus yang tersedia saat ini.

Alat perlengkapan ini sinus ini sangat bersih(steril),pipa kateter,yang dirancang yang sangat spesifik agar dapat mengikuti anatomi daripada sinus yang berliku-liku.Sistem Relieva Sinus Ballon pada sinusistis ini digunakan untk membuka jalan yang telah menyumbat sinus itu sendiri,dan banyak kasus-kasus yang lain.tanpa ada membuang jaringan atau tulang manapun.Menggunakan system Relieva Sinus Balloon ini dilakukan dengan sangat hati-hati.
Keuntungan Balloon Sinuplasty

· Aman dan efektif

Melibatkan beberapa resiko juga tetapi dengan system balon ini aman dan efektif dalam Mengurangi gejala sinusitis karena sudah dibuktikan sebelumnya.

· Sedikit perlengkapan

Teknologi ini menggunakan perlengkapan yang kecil,lembut dan flexible yang masuk melalui hidung kita.Alat ini dimasukan dengan sangat hati-hati dalam membuka penyumbatan sinus tersebut.

· Reduced bleeding

Dibeberapa kasus,selama operasi dengan menggunakan teknik tidak ada tulang atau jaringan yang dibuang,oleh karena itu dapat mengurangi perdarahan.dengan adanya cara operasi yang baru ini, tidak perlu menyumbat lubang hidung dengan kain kapas yang dibuat selepas menggunakan cara operasi yang lama untuk menakung pendarahan selepas operasi.

· Masa penyembuhan yang cepat

sebagaimana yang kita ketahui bahwa masa pemulihan semua manusia adalah berbeda.Beberapa pesakit dapat menjalankan kembali aktivitas mereka secara normal/seperti biasa dalam masa 24 jam

· Tiada batas untuk pemilihan bagi pengobatan ini

teknologi Balloon Sinusplasty adalah pembedahan yang menggunakan alat kamera dan mungkin dengan menggunakan obat-obatan atau dengan teknik pembedahan biasa.

Ballon Sinuplasti LUMA

Balon Sinuplasti ini adalah satu jalan revolusi dalam menangani sinus. Dengan menggunakan kawat penunjuk dan balon untuk membesarkan yang menghalangi sinus.Biasanya posisi dari pada balon ini diikuti dengan menggunakan sinar X(X-RAY) selama operasi berlangsung.Teknologi ini telah mempunyai perkembangan yang lebih dimana X-RAY tidak dibutuhkan lagi,malahan kawat penunjuk ini berdempetan dengan satu sumber lampu yang digunakan untuk memastikan dimana lokasi dari sinus tersebut.Teknologi yang terbaru in dinamakan system Releiva LUMA.Kini kami telah berhasil menggunakan system tersebut dalam menjalankan operasi sinus.

II.8 Komplikasi

CT-Scan penting dilakukan dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan pada sinusitis refrakter, kronis atau berkomplikasi.

1. Komplikasi orbita

Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita.

Terdapat lima tahapan :

· Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali merekah pada kelompok umur ini.

· Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk.

· Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis.

· Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.

· Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik.

Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari :

a. Oftalmoplegia.

b. Kemosis konjungtiva.

c. Gangguan penglihatan yang berat.

· Kelemahan pasien.

· Tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang berdekatan dengan saraf kranial II, III, IV dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.

2. Mukokel

Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.

Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.

Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat.

Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua mukosa yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus.

3. Komplikasi Intra Kranial

· Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.

· Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial.

Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.

· Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak.

Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara bedah pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.

4. Osteomielitis dan abses subperiosteal

Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam dan menggigil8,9

DAFTAR PUSTAKA

1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher. FKUI. Jakarta 2007. Hal 150-3

2. PERHATI. Fungsional endoscopic sinus surgery. HTA Indonesia. 2006. Hal 1-6

3. Ghorayeb B. Sinusitis. Dalam Otolaryngology Houston. Diakses dari www.ghorayeb.com/AnatomiSinuses.html

4. Damayanti dan Endang. Sinus Paranasal. Dalam : Efiaty, Nurbaiti, editor. Buku Ajar Ilmu Kedokteran THT Kepala dan Leher, ed. 5, Balai Penerbit FK UI, Jakarta 2002, 115 – 119.

5. Wikipedia. Sinusitis. Diakses dari www.wikipedia.org/wiki/sinusitis

6. Pletcher SD, Golderg AN. 2003. The Diagnosis and Treatment of Sinusitis. In advanced Studies in Medicine. Vol 3 no.9. PP. 495-505

7. Anonim, Sinusitis, dalam ; Arif et all, editor. Kapita Selekta Kedokteran, Ed. 3, Penerbit Media Ausculapius FK UI, Jakarta 2001, 102 – 106

8. Endang Mangunkusumo, Nusjirwan Rifki, Sinusitis, dalam Eviati, nurbaiti, editor, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2002, 121 – 125

9. http://www.entdoctor.com.sg/articles/pengobatan-sinusitis-sistem-balon.html

10. http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=163

11. http://kedokteran.spot.com/2008/04/referat-kedokteran.html

SOURCE :


Anatomi Saluran Pernafasan (Respirasi)


                             ANATOMI SALURAN PERNAFASAN/RESPIRASI

PENGERTIAN RESPIRASI

Respirasi adalah peristiwa terjadinya oksigen (udara) dari luar Masuk kedalam tubuh (inspirasi) dan karbondioksida yang berada didalam tubuh keluar (ekspirasi) tubuh melalui proses pernapasan.

Pernapasan secara umum berguna untuk

1. Mengambil udara masuk kedalam paru-paru
2. Mengeluarkan Co2 dari hasil sisa pembakaran
3. Melindungi system pernapasan dari jaringan pathogen


Angio Fibroma Nasofaring Juvenile

Angiofibroma Nasofaring Juvenile
By Uyunk Aminy

Pendahuluan

Angiofibroma nasofaring adalah tumor jinak pembuluh darah di nasofaring yang secara histologik jinak namun secara klinis bersifat ganas, karena mempunyai kemampuan mendestruksi tulang dan meluas ke jaringan sekitarnya, seperti ke sinus paranasal, pipi, mata dan tengkorak, serta sangat mudah berdarah yang sulit dihentikan dan terjadi pada laki-laki prepubertas dan remaja. Umumnya terdapat pada rentang usia 7 s/d 21 tahun dengan insidens terbanyak antara usia 14-18 tahun dan jarang pada usia diatas 25 tahun. Tumor ini merupakan tumor jinak nasofaring terbanyak5 dan 0,05% dari seluruh tumor kepala dan leher. Dilaporkan insidennya antara 1 : 5.000 – 1 : 60.000 pada pasien THT1,2,3.

Gejala utama yang sering timbul adalah epistaksis dan hidung tersumbat. Faktor hormonal diduga berhubungan dengan kejadian tumor ini. Beberapa penelitian yang mempelajari tentang androgen receptor binding pada jaringan tumor dari tiga pasien dengan angiofibroma nasofaring juvenile memperlihatkan peningkatan sel tumor dengan testosteron dan berkurang dengan antiandrogen4,5.

Cara pengobatan tumor ini antara lain radiasi, operasi, dan terapi hormonal. Sekarang ini cara pengobatan yang dapat dilakukan adalah reseksi bedah. Sedangkan radioterapi mungkin efektif pada kasus tertentu, lebih disukai menggunakan radiasi pada penyakit residual atau jika operasi tidak mungkin dilakukan. Penilaian termasuk CT scanning dan arteriografi untuk memastikan sumber pembuluh darah utama dari tumor6,7.

Tinjauan Pustaka

A. Patogenesis

Penyebab yang pasti dari angiofibroma belum diketahui secara pasti. Beberapa pendapat dari para ahli telah dikemukakan pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu berdasarkan jaringan tempat asal tumbuh tumor dan adanya gangguan hormonal. Pada teori tentang jaringan asal tumbuh, diduga tumor terjadi karena pertumbuhan abnormal jaringan fibrokartilago embrional di daerah oksipital os spenoidalis.

Sedangkan teori hormonal menerangkan bahwa tumbuhnya angiofibroma diduga karena ketidakseimbangan hormonal, terutama androgen. Banyak bukti memperlihatkan secara langsung adanya reseptor sex hormon muncul pada angiofibroma dengan menggunakan teknik sensitive immunocytochemical dan mencatat populasi sel yang mana memperlihatkan reseptor tersebut. 24 angiofibroma nasofaring diperoleh dari jaringan penyimpanan, dan studi imunositokimia menunjukkan dengan antibodi pada reseptor androgen (RA), reseptor progesteron (RP), dan reseptor estrogen (RE). Stromal positif dan nukleus endotelial immunostaining, menunjukkan adanya RA pada 75% dari 24 kasus, 8,3% positif andibodi RP dan negatif dengan antibodi dengan RE. Hasil menetapkan bukti langsung pertama adanya antibodi dari reseptor androgen pada angiofibroma. Anggapan ini didasarkan juga atas adanya hubungan erat antara tumor dengan jenis kelamin dan umur. Banyak ditemukan pada anak atau remaja laki-laki.

Penelitian lain menunjukkan adanya faktor pertumbuhan yang memediasi proliferasi agresif sel stromal dan angiogenesis. Transforming Growth Factor-1 (TGF-1) atau faktor pertumbuhan pengubah-1 adalah polipeptida yang disekresikan dalam bentuk inaktif, dipecah untuk menghasilkan bentuk aktif, dan kemudian tidak diaktifkan dalam jaringan. TGF-1 mengaktifkan proliferasi fibroblas dan dikenal sebagai induksi angiogenesis. TGF-1 aktif diidentifikasi pada sel nukleus stromal dan sitoplasma dan pada endotelium kapiler pada semua spesimen angiofibroma nasofaring juvenile 1,2.

Tumor ini mulai tumbuh di nasofaring, kemudian dapat meluas ke rongga hidung, sinus maksila, sinus etmoid, basis kranium. Pada pemeriksaan mungkin ditemukan benjolan pada pipi atau proptosis, ini disebabkan karena ekspansi masa tumor ke dalam spasium pterigomaksila dan orbita 4. Perluasan ke intrakranial dapat terjadi melalui fosa infratemporal dan pterigomaksila masuk ke fosa serebri media. Dari sinus etmoid masuk ke fosa serebri anterior atau dari sinus sfenoid ke sinus kavernosus dan fosa hipofise 1.

B. Gejala Klinik

Gejala klinik terdiri dari hidung tersumbat (80-90%); merupakan gejala yang paling sering, diikuti epistaksis (45-60%); kebanyakan unilateral dan rekuren, nyeri kepala (25%); khususnya bila sudah meluas ke sinus paranasal, pembengkakan wajah (10-18%) dan gejala lain seperti anosmia, rhinolalia, deafness, pembengkakan palatum serta deformitas pipi. Tumor ini sangat sulit untuk di palpasi, palpasi harus sangat hati-hati karena sentuhan jari pada permukaan tumor dapat menimbulkan perdarahan yang ekstensif 2.

Adanya obstruksi hidung memudahkan terjadinya penimbunan sekret sehingga timbul rinore kronis yang diikuti oleh gangguan penciuman. Tuba eustachius akan menimbulkan ketulian atau otalgia. Sefalgia hebat biasanya menunjuukkan bahwa tumor sudah meluas ke intrakranial 1.

Biasanya penderita datang karena epistaksis yang hebat, pucat karena anemi, atau hidung terasa buntu. Penyebab epistaksis disebabkan lepasnya krusta pada permukaan tumor atau karena tumor sendiri mengalami ulserasi, dan jarang sekali karena erosi pembuluh darah besar 4.

C. Diagnosis

Diagnosis biasanya ditegakkan melalui anamnesis gejala klinis yang dirasakan pasien. Selain itu juga dapat ditegakkan melalui pemeriksaan fisik dan penunjang. Pada pemeriksaan fisik secara rinoskopi pisterior akan terlihat massa tumor yang konsistensinya kenyal, warna bervariasi dari abu-abu sampai merah muda. Bagian tumor yang terlihat di nasofaring biasanya diliputi oleh selaput lendir berwarna keunguan, sedangkan bagian yang meluas ke luar nasofaring berwarna putih atau abu-abu. Pada usia muda warnanya merah muda, pada usia yang lebih tua warnanya kebiruan, karena lebih banyak komponen fibromanya. Mukosanya yang mengalami hipervaskularisasi dan tidak jarang ditemukan adanya ulserasi 1.

Secara mikroskopis tampak terdiri dari komponen pembuluh darah di dalam stroma yang fibrous. Pada pertumbuhan tumor yang aktif, komponen pembuluh darah menjadi predominan. Dinding pembuluh darah secara umum terdiri dari endothelial tunggal yang melapisi stromafibrous. Ini membantu untuk menyebabkan perdarahan yang masif. Pembuluh darah dalam bisa memiliki suatu lapisan muskular. Stroma terbuat dari fibril kolagen yang halus dan kasar yang memiliki ciri-ciri jaringan ikat berbentuk bintang pada daerah tertentu 3.

Karena tumor sangat mudah berdarah, sebagai pemeriksaan penunjang diagnosis dilakukan pemeriksaan radiologik konvensional, CT scan dan arteriografi. Pada pemeriksaan radiologik konvensional (foto kepala AP-lateral, Waters) akan terlihat gambaran klasik yang disebut tanda Holman Miller yaitu pendorongan prosesus pterigoideus ke belakang, sehingga fisura pterigo-palatina akan melebar. Akan terlihat juga massa jaringan lunak di daerah nasofaring yang dapat mengerosi dinding orbita, arkus zigoma dan tulang di sekitar nasofaring. Pada pemeriksaan CT scan dengan zat kontras akan tampak secara tepat perluasan massa tumor serta destruksi tumor ke tulang sekitarnya 1.

Pada foto polos gambaran pada sinus dapat tampak seperti polip nasofaring dan lengkungan ke depan serta opasifikasi dari dinding posterior sinus maksila. Pada CT scan tampak perluasan tumor pada sinus sfenoid, erosi pada tulang sfenoid, atau invasi pada pterigomaksila dan fosa infratemporal terkadang dapat dilihat 7.

Magnetic Resonance Imaging (MRI) diindikasikan untuk menggambarkan dan menentukan batas tumor terutama pada kasus yang sudah meluas ke intrakranial 1,7.

Angiografi memperlihatkan cabang dari arteri carotis eksterna sebagai vaskularisasi utama pada tumor (94%). Vaskularisasi utama pada tumor berasal dari arteri maksilaris interna, tetapi arteri vidianus atau arteri faringeal ascenden juga berkontribusi daram memperdarahi tumor. Akan tampak arteri maksilaris interna terdorong ke depan sebagai akibat dari pertumbuhan tumor dari posterior ke anterior dan dari nasofaring ke arah fosa pterigomaksila. Selain itu massa tumor akan terisi oleh kontras pada fase kapiler dan akan mencapai maksimum setelah 3-6 detik zat kontras disuntikkan. Pada kasus yang jarang terdapat juga perdarahan dari cabang arteri carotis interna 1,7.

Kadang-kadang juga sekaligus dilakukan embolisasi agar terjadi trombosis intravaskular, sehingga vaskularisasi berkurang dan akan mempermudah pengangkatan tumor 1.

Pemeriksaan kadar hormonal dan pemeriksaan immunohistokimia terhadap reseptor estrogen, progesteron dan androgen sebaiknya dilakukan untuk melihat adanya gangguan hormonal. Pemeriksaan patologi anatomik tidak dapat dilakukan, karena biopsi merupakan kontraindikasi sebab akan mengakibatkan perdarahan yang masif 1.

Untuk menentukan perluasan tumor, dibuat sistem staging. Ada 2 sistem yang paling sering digunakan yaitu Sessions dan Fisch. Klasifikasi menurut Sessions sebagai berikut 1,2 :

- Stage IA : Tumor terbatas pada nares posterior dan/atau nasofaring

- Stage IB : Tumor melibatkan nares posterior dan/atau nasofaring dengan perluasan ke satu sinus paranasal.

- Stage IIA : Perluasan lateral minimal ke dalam fossa pterygomaksila.

- Stage IIB : Mengisi seluruh fossa pterygomaksila dengan atau tanpa erosi ke tulang orbita.

- Stage IIIA : Mengerosi dasar tengkorak; perluasan intrakranial yang minimal.

- Stage IIIB : Perluasan ke intrakranial dengan atau tanpa perluasan ke dalam sinus kavernosus.

Klasifikasi menurut Fisch :

- Stage I : Tumor terbatas pada kavum nasi, nasofaring tanpa destruksi tulang.

- Stage II :Tumor menginvasi fossa pterygomaksila, sinus paranasal dengan destruksi tulang.

- Stage III :Tumor menginvasi fossa infra temporal, orbita dan/atau daerah parasellar sampai sinus kavernosus.

- Stage IV : Tumor menginvasi sinus kavernosus, chiasma optikum dan/atau fossa pituitary.

D. Penatalaksanaan

Penanganan tumor angiofibroma nasofaring tergantung dari luas dan besarnya tumor, bila masih terbatas dalam nasofaring dan rongga hidung cukup dilakukan eksterpasi tumor, tetapi bila tumor sudah sampai ke dalam kranium, radioterapi merupakan cara pengobatan pilihan 4.

Tindakan operasi merupakan pilihan utama selain terapi hormonal dan radioterapi. Berbagai pendekatan operasi dapat dilakukan sesuai dengan lokasi tumor dan perluasannya, seperti melalui transpalatal, rinotomi lateral, rinotomi sublabial (sublabial mid-facial degloving), atau kombinasi dengan kraniotomi frontotemporal bila sudah meluas ke intrakranial 1.

Penatalaksanaan tumor ini adalah dengan pembedahan yang sering didahului oleh embolisasi intra-arterial 24-48 jam preoperatif yang berguna untuk mengurangi perdarahan selama operasi. Material yang digunakan untuk embolisasi ini terdiri dari mikropartikel reabsorpsi seperti Gelfoam, Polyvinyl alcohol atau mikropartikel nonabsorpsi seperti Ivalon dan Terbal 2.

Sebelum dilakukan operasi pengangkatan tumor selain dilakukan embolisasi untuk mengatasi perdarahan yang banyak dapat dilakukan ligasi arteri karotis eksterna dan anestesi dengan teknik hipotensi.

Pengobatan hormonal diberikan pada pasien dengan stadium I dan II dengan preparat testosteron reseptor bloker (flutamid). Pengobatan radioterapi dapat dilakukan dengan stereotaktik radioterapi (gama knife) atau jika tumor meluas ke intrakranial dengan radioterapi konformal 3 dimensi.

Untuk tumor yang sudah meluas ke jaringan sekitarnya dan mendestruksi dasar tengkorak sebaiknya diberikan radioterapi prabedah atau dapat pula diberikan terapi hormonal 6 minggu sebelum operasi, meskipun hasilnya tidak sebaik radioterapi 1.

Daftar Pustaka

Soepardi, Efiaty Arsyad, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher Edisi Ke-enam. Jakarta : FKUI
Asrole, Harry. 2002. Angiofibroma Nasofaring Belia. Medan : FKUSU
Hajar, Siti. 2005. Angiofibroma Nasofaring Belia. Majalah Kedokteran Nusantara Vol.38 No.3 September 2005 : p 251-253
Nutrisno, dkk. 2000. Tumor Hidung Yang Berdarah Di RS. Karyadi Semarang. Cermin Dunia Kedokteran No.52 Tahun 2000 : p 3-5
Mendenhall, et al. 2003. Juvenile Nasopharingeal Angiofibroma. J HK Coll Radiol 2003. 6: p 15-19
Adams, et al. 1997. BOIES Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Jakarta : EGC
Tewfik, Ted., et al. 2009. Juvenile Nasopharingeal Abgiofibroma. Available at http://emedicine.medscape.com/ (Accessed at March, 17th 2011)